Selasa, 21 Februari 2012

Intoleransi Laktosa


Anda sering mengalami diare hanya karena sering mengonsumsi susu? Hampir 95% bangsa Asia, 10 hingga 15 % ras Kaukasia, 50% bangsa Mediterania dan 75% ras kulit hitam menderita hal tersebut, yaitu intoleransi terhadap laktosa (Lactose Intolerance).
Lactose Intolerance adalah kondisi seseorang yang tidak mampu mencerna laktosa, yaitu suatu bentuk gula yang berasal dari susu. Ketidakmampuan itu dapat disebabkan kurangnya atau tidak mampunya tubuh memproduksi lactase, yaitu enzim pencernaan yang diproduksi oleh sel-sel di usus yang bertugas memecah gula susu menjadi bentuk yang lebih mudah diserap tubuh. Kondisi ini disebut juga dengan defisiensi lactase (Lactase Deficiency).
Pada beberapa kasus, ada anak-anak yang terlahir tanpa kemampuan memproduksi enzim lactase. Namun, kondisi tersebut membaik secara alami seiring waktu hingga usia 2 tahun, dimana tubuh mulai 'belajar' memproduksi lactase sedikit demi sedikit. Jadi tidak heran jika pada usia dewasa, gejala-gejala intoleransi laktosa itu bisa berangsur-angsur menghilang.
Produk yang mengandung laktosa
Selain dari susu dan olahannya (seperti keju dan mentega), laktosa juga sering ditambahkan ke dalam berbagai produk makanan jadi. Penderita intoleransi laktosa sebaiknya mengetahui produk-produk makanan apa saja yang mungkin mengandung laktosa, walaupun dalam jumlah yang sangat kecil. Beberapa produk yang mungkin mengandung laktosa, yaitu:
  1. Roti, biskuit, kue kering, dan sejenisnya
  2. Sereal sarapan
  3. Sup instant dan minuman sarapan
  4. Margarine
  5. Dressing salad
  6. Permen dan penganan sejenisnya
  7. Sediaan suplemen
  8. Creamer untuk kopi
  9. Bahan olahan instant (mix) untuk pancake, biscuit, dan sejenisnya
    Gejala intoleransi laktosa
Laktosa yang tidak tercerna akan menumpuk di usus besar dan terfermentasi, menyebabkan gangguan pada usus seperti nyeri perut, keram, kembung dan bergas, serta diare, sekitar setengah jam sampai dua jam setelah mengonsumsi produk laktosa. Gejala-gejala itu kadang disalahartikan sebagai gangguan saluran pencernaan. Tingkat keparahannya tergantung pada seberapa banyak laktosa yang dapat ditoleransi oleh masing-masing tubuh. Gejala-gejala tersebut mirip dengan reaksi alergi susu, namun pada kasus alergi, gejala itu timbul lebih cepat.
Jika seseorang yang menderita defisiensi lactase tidak menghindari produk-produk yang mengandung laktosa, lama-kelamaan orang tersebut akan kehilangan berat badan dan menderita malnutrisi.
Meskipun kondisi intoleransi laktosa tidak terbilang berbahaya bagi kesehatan, namun kondisi itu cukup mengganggu si penderita. Oleh karena itu, penderita intoleransi laktosa sebaiknya belajar memilah-milah makanan atau minuman mana saja yang boleh dan tidak boleh dikonsumsi.
Bagi wanita usia lanjut yang beresiko osteoporosis atau anak-anak yang berada dalam usia pertumbuhan yang terpaksa harus menghindari produk-produk mengandung susu, maka kebutuhan kalsium mereka dapat dipenuhi dari banyak konsumsi sayuran hijau, ikan, dan produk kaya kalsium yang bebas laktosa. (sumber : http://www.info-sehat.com)

Senin, 20 Februari 2012

Diagnosa Asma dengan Segera


Menurut data organisasi kesehatan dunia (WHO), saat ini penyandang asma di dunia mencapai sekitar 100-150 juta orang. Jumlah tersebut diduga akan terus bertambah sekitar 180 ribu orang per tahunnya. 
Penyakit asma terbanyak diderita oleh anak-anak. Kondisi itu berpotensi menjadi masalah kesehatan yang besar di masa depan karena asma dapat menyebabkan anak-anak kehilangan masa sekolahnya. Diketahui bahwa asma terjadi 16% pada anak-anak di Asia, 34% di Eropa, dan 40% di Amerika Serikat.
Asma merupakan salah satu penyakit kronik dengan pasien terbanyak di dunia. Di Indonesia, meskipun tidak ada angka yang pasti, diperkirakan 10% penduduknya menderita gangguan asma. Asma itu sendiri adalah gangguan inflamasi saluran napas yang ditandai dengan penyempitan saluran napas. Keluhannya dapat berupa sesak napas, napas yang berbunyi, dan batuk. Keluhan tersebut sering muncul pada pagi hari menjelang subuh.
Pengobatan asma ada yang bersifat sebagai pelega dan yang bersifat sebagai pengontrol. Pelega akan membuat saluran napas yang menyempit menjadi terbuka kembali. Sedangkan pengontrol akan membuat saluran napas tidak mudah menyempit bila ada faktor pencetus serangan asma. Obat asma yang paling aman dan efektif adalah dalam bentuk semprot atau dihisap karena langsung masuk ke saluran napas, efeknya cepat, efek sampingnya minimal, dan dosisnya kecil.
Asma dapat merupakan penyakit keturunan. Riwayat asma memang merupakan faktor penting untuk mendiagnosa seseorang menderita asma atau tidak. Namun, tidak ada jaminan bahwa jika kedua orang tuanya mengidap asma, maka anaknya pasti akan menderita asma juga, demikian pula sebaliknya.
Hal yang terpenting adalah apa yang dapat menyebabkan asma tersebut menjadi kambuh dan hal itulah yang harus dihindari. Faktor tersebut dapat berbeda antara satu orang dengan orang lainnya. Sebagian penderita asma bisa saja sembuh dan sebagian lainnya memang harus mengonsumsi obat-obatan terus-menerus. Itu tergantung dari berat atau ringannya gangguan asma, keadaan tubuh seseorang, situasi lingkungan, dan pengobatan yang digunakan. Salah satu langkah penting yang diperlukan dalam pengobatan asma adalah pengetahuan yang baik bagi si penderita dan juga keluarganya, khususnya untuk menentukan jenis obat asma serta menghindari faktor pencetus terjadinya asma agar pemberian pengobatan dapat lebih optimal. (Sumber : http://www.info-sehat.com)

Rabu, 01 Februari 2012

Masa Kecil Buruk dan Resiko Penyakit Jantung


Anak-anak yang mengalami perlakuan buruk seperti pelecehan, tidak adanya perhatian orangtua, atau keluarga yang tidak harmonis, bukan saja akan mempengaruhi psikologis sang anak, tapi juga akan meningkatkan risiko menderita penyakit jantung pada saat dewasa nantinya.
Bagaimana seseorang yang mempunyai pengalaman masa kecil yang buruk dapat berisiko mengalami serangan jantung? Para ahli mencoba mencari hubungan antara kedua masalah tersebut dan kelihatannya hal ini lebih disebabkan karena faktor psikologis daripada faktor tradisional seperti kegemukan, makanan yang buruk, kurang berolahraga dan lain sebagainya.
Penelitian terhadap 17.337 orang dewasa, dari tahun 1995 -1997, dengan melakukan penelusuran terhadap pengalaman masa kecil dan perilaku sehat sejak remaja hingga dewasa. Hasilnya, risiko penyakit jantung meningkat 1,7 kali lipat pada mereka yang mengalami pelecehan dan kejahatan pada masa kecilnya dan 1,3 kali lipat pada mereka yang diabaikan dan terlantar dalam keluarga. Orangtua yang berpisah ternyata menjadi satu-satunya pengalaman masa kecil kurang baik yang tidak meningkatkan risio penyakit jantung.
Semakin banyak pengalaman buruk di masa kecil, maka akan akan semakin besar risiko penyakit jantung akan dihadapi saat dewasa. Bila seseorang mempunyai tujuh atau lebih pengalaman buruk di masa kecil maka risikonya meningkat hampir empat kali lipat dibanding dengan mereka yang tidak mempunyai pengalaman buruk samasekali.
Secara umum, faktor psikologis berperan lebih besar daripada faktor tradisional, kecuali untuk faktor kegemukan. Sebab hampir seluruh faktor tradisional tidak meningkatkan risiko penyakit jantung secara berlipat ganda. (sumber : http://www.info-sehat.com)